Sabtu, 21 November 2015

PROFESI PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN


1.1              LATAR BELAKANG


            Profesional adalah kata benda dari profesi, merupakan lawan kata dari amateur yang berkaitan dengan seseorang yang menerima bayaran atas jasa pekerjaannya. Pengertian lain adalah seseorang yang mempraktekkan suatu profesi dan seseorang yang dipandang sebagai ahli dalam suatu cabang ilmu (one who is regarded an expert since he has mastery of a specific branch of learning). Jadi seseorang yang mempraktekkan suatu pekerjaan yang diterima sebagai status profesional, maka ia adalah seorang yang ahli dari cabang ilmu yang digelutinya, dengan demikian lembaga profesional yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk mengawasinya. Seorang yang professional akan senantiasa terus-menerus mencari kesempurnaan (mastery) dari cabang ilmu yang ia kuasai dan melakukan pekerjaan dengan itu, sehingga ia akan lebih sempurna dalam  memberikan pelayanan kepada publiknya. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi profesional/ahli seharusnya ia terus menerus meningkatkan mutu pengetahuannya sesuai dengan bidang pekerjaan yang ia geluti, ini sesuai dengan pendapat Peter Jarvis (1983 : 27) “In order to be master of branch of learning it is essential for a practitioner to continue his learning after initial education and some professions have institutionalized education”.
            Selanjutnya Jarvis menegaskan bahwa seorang profesional adalah yang berikhtiar untuk menjadi ahli serta melaksanakan ilmu pengetahuannya dalam pekerjaannya secara efektif (one who endeavor to have mastery of and to apply effectively that knowledge upon which his occupations is based).
Untuk menjadi profesional harus melalui pendidikan dan atau latihan yang khusus.
            Pendidikan profesional adalah suatu pendidikan yang mempersiapkan peserta didik dengan panggilan atau pekerjaan profesional. Profesionalisasi berasal dari kata professionalization yang berarti kemampuan profesional. Dedi Supriadi (1998) mengartikan profesionalisasi sebagai pendidikan prajabatan dan/atau dalam jabatan.

Proses pendidikan dan latihan ini biasanya lama dan intensif. Menurut Eric Hoyle (1980) konsep profesionalisasi mencakup dua dimensi yaitu :
“…..the improvement of status and the improvement of practice”.

            Pendapat ini mengemukakan bahwa dimensi yang pertama meliputi upaya yang terorganisir untuk memenuhi kriteria profesi yang ideal dan bila telah mencapai tingkatan profesi yang sudah mapan, maka upaya tersebut adalah mempertahankan serta membina posisi yang telah mapan itu. Profesionalisasi dalam dimensi ini mengandung implikasi untuk meningkatkan periode latihan bagi anggota profesi yang memiliki kualitas sehingga terlihat jelas batas yang berprofesi dan berhak melaksanakan profesinya secara resmi dengan tidak, selanjutnya mempunyai implikasi dalam meningkatkan kontrol terhadap aktivitas-aktivitas profesi dan kontrol atas latihan yang dilakukan anggota profesi.
            Dimensi kedua menurut Hoyle adalah penyempurnaan pelaksanaan (improvement
of practice), meliputi penyempurnaan keterampilan secara terus menerus, serta pengetahuan dari pelaksanaannya. Karena itu konsep profesionalisasi dapat disamakan dengan pembinaan profesi (professional development).


1.2              RUMUSAN MASALAH
                   Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Apa yang dimaksud dengan profesionalisasi?
2.      Bagaimana proses pembinaan guru yang menjadi bagian dari profesionalisasi?
3.      Apa saja jenis dan tahap dari pembinaan guru?







1.3              TUJUAN PENULISAN
          Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagau berikut:
1.      Mengetahui pengertian dari profesionalisasi
2.      Mengetahui tahap – tahap profesionalisasi guru
3.      Mengetahui jenis-jenis profesionalisasi


1.4              MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan ini makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai bahan pelajaran bagi mahasiswa.
2.      Sebagai wacana awal bagi penyusunan makalah selanjutnya.
3.      Sebagai literature untuk lebih memahami profesionalisasi.

1.5              SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan Karya Tulis ini, sistematika penulisan yang digunakan adalah :
·      BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang : Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
·      BAB II PEMBAHASAN
Berisi tentang : Pembahasan mengenai Profesionalisme.
·      BAB III PENUTUP
Berisi tentang : kesimpulan dan saran.


                

BAB II
ISI


2.1       KONSEP DAN PENGERTIAN PROFESIONALISASI

Profesionalisasi berasal dari kata professionalization, yang bermakna
peningkatan kemampuan profesional. Konsep profesionalisasi biasa digunakan untuk
proses dinamis menuju kondisi ideal suatu profesi. Vollmer dan Mills (1966) dalam
Jarvis ( 1983: 24) menyatakan: "the concept of "professionalization ' may be used to refer to the dynamic process whereby many occupations can be a "profession ' even though some of these may not move very far in this direction". Selanjutnya Makmun (1996: 48) menyatakan bahwa: "profesionalisasi adalah proses usaha menuju ke arah terpenuhinya pcrsyaratan suatu jenis model pckedaan ideal". Sutisna ( 1987: 303) mengatakan profesionalisasi yaitu suatu proses pembaban dalam status pkerjaan dari yang nonprofesi kearah profesi yang disusun dalam suatu rangkaian (continuum) dan di antaranya terdapat scdcrctan profesi. Selanjutnya Caplow (1954) dalam Jarvis (1983: 24)  menyatakan bahwa langkah pertama profesionalisasi adalah membangun asosiasi
profesional, kemudian disusul dengan pembahan title pekerjaan, ketiga mcnetapkan
kode etik yang dipublikasikan sebagai gambaran pengabdian sosial dari pekeljaan tersebut, kemudian diikuti dengan legalisasi praktek pekeljaan.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa profesionalisasi adalah konsep yang begitu dinamis dan melibatkan perubahan dalam stmktur pekerjaan. Faktor lain yang berkenaan dengan proses profesionalisasi adalah perlunya penimbangan yang berkaitan dengan produk akhir dari keberlanjutan profesionalisasi (continuum of professiona/ismion). Profesionalisasi juga berkaitan dengan apa yang dipercayai sebagai tujuan yang semestinya dicapai. Dengan serangkaian tujuan yang jelas, kita dapat mengidcntifikasi berbagai indicator keberhasilan dan akan lebih mudah memahami wujud profesionalisme yang dikehendaki.


Sumardjo dkk. (2004: 29) menyatakan bahwa jenis pekerjaan yang berkualiflkasi
profesional memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan
bagi caJon pelaksananya, kecakapan profesi berdasarkan standar baku yang
ditetapkan oleh organisasi profesi atau organisasi yang berwenang lainnya, profesi
tersebut mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan negara dengan segala civil efectnya.
Profesionalisasi adalah suatu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan profesionalisasi, para guru secara bertahap diharapkan akan mencapai suatu derajad kriteria professional sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pada dasarnya profesianalisasi merupakan suatu proses pengembangan keprofesian yang sistematis dan berkesinambungan melalui berbagai program pendidikan baik pendidikan pra jabatan maupun pendidikan dalam jabatan . Program ini dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan badan atau organisasi lain yang terkait. Beberapa program profesionalisasi guru yang telah dan sedang berjalan antara lain program pendidikan guru di LPTK untuk mendidik calon guru yang profesional, program penyetaraan untuk membantu guru mencapai derajat kualifikasi profesional sesuai dengan standar yang berlaku, penataran dan pelatihan untuk meningkatkan  kualifikasi kemampuan guru.


2.2       KONSEP PEMBINAAN GURU

Foster & Seeker (2001: I) menyatakan bahwa: "Pembinaan (coaching) adalah
upaya berharga untuk membantu orang lain mencapai kinerja puncak".
Menurut Manunhardjana (1986: 12) pembinaan adalail suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif. Thoha (2002: 7) mengartikan pembinaan sebagai suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan  menjadi lebih baik.
Pembinaan juga merupakan suatu preskripsi untuk suatu perubahan, pembaharuan dan penyempumaan yang berencana di dalam suatu organisasi. Soewono (1992: 2) dan Rifai (1987: 24-25} menyebut pembinaan guru sama dengan supervisi pendidikan. Supervisi pada prinsipnya adalah aktivitas membantu dan melayani guru agar diperoleh guru yang bermutu, yang selanjutnya berdan1pak pada proses belajar mengajar yang lebih efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Selanjutnya Bafadal (2003:41) menyatakan ada empat hal yang berkenaan dengan pembinaan profesionalisme guru,yaitu:
(1) peningkatan kemampuan profesional guru;
(2) supervisi klinis sebagai upaya peningkatan kemampuan profcsional guru;
(3) peningkatan motivasi kcrja gu ru; dan
(4) pengawasan kinerja guru".
 Menurut Gaffar ( 1987: 126) konsep pembinaan dalam arti pengembangan profesional mengandung dua arti, yaitu:
(1)   dikaitkan dcngan usaha peningkatan kemampuan profesional yang dapat
dilakukan secara indepcnden pada tingkat sekolah oleh individu masing-masing dan,
(2)   dikaitkan dengan jenjang karir kepegawaian dan ini harus dipolakan dari
tingkat yang lebih tinggi.
Lcbih lanjut Gaffar (1987: 158-159) menyatakan bahwa pembinaan guru merupakan suatu keharusan untuk mengatasi pennasalahan tugas di lapangan. Pembinaan guru mempunyai cscnsi "professional growth" dcngan esensi pokoknya adalalt keahlian teknis (professional technical expertise) serta perlu ditunjang olch kepribadian dan sikap profesional. Menurut Lucio dan Neil (1979: 44), pembinaan guru Jebih merupakan suatu dimensi perilaku (a diminsion of behavior). Dengan demikian melalui pembinaan, guru akan semakin mampu memfasilisasikan belajar bagi peserta didiknya.
Fungsi pokok dari pembinaan menyangkut tiga hal yaitu:
(1) penyampaian infomtasi dan pengetahuan;
(2) perubahan dan pengembangan sikap;
 (3) latihan dan pengembangan kecakapan serta keterampilan (Manunhardjana,
      1986: 14).
Dengan pembinaan ini guru diharapkan dapat mengenal hambatan-hambatan, baik yang di luar maupun di dalam situasi hidup dan keljanya, meliltat segi-segi positif dan negatifuya serta menemukan pemecahan pemecahan masalah yang mungkin.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa pembinaan adalah
suatu tindakan, proses atau pemyataan untuk memelihara, memperbaiki, dan menumbuh-kembangkan potensi individu atau sekelompok individu untuk dapat bekerja ke arah yang lebih produktif, sehingga dapat dikatakan bahwa pembinaan sama fungsinya dengan pengembangan SDM. Dalam konteks tenaga kependidikan dapat diartikan sebagai upaya peningkatan pcngetahuan, keterdlllpilan, kemampuan, sikap dan kepribadian guru agar lebih mampu menampilkan kinerja secara profesional, atau dapat dikatakan juga sebagai aktivitas pemeliharaan, perbaikan dan pencapaian mutu. Aktifitas pemeliharaan, perbaikan dan pencapaian mutu tersebut dapat tcrlaksana secara berkelanjutan jika pembinaan merupakan suatu sistem. Melalui sistem pcmbinaan diharapkan ada suatu sistem bantuan profesional yang berfungsi untuk mcningkatkan kemampuan profesional guru secara terus menerus, sehingga mutu pengelolaan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru terjabarkan dalam Planning, Organizing. Actuating dan Evaluating pembelajaran yang bermutu. Keterampilan guru dalam membuat perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan evaluasi yang bennutu dalam proses belajar mengajar akan menjadikan guru untuk senantiasa termotivasi dalarn melakukan perbaikan-perbaikan scbagai suatu langkah pemberian jaminan mutu dalam proses belajar mengaj ar. Sistem pembinaan guru diarahkan tmtuk mengubah perilaku, menyangkut pengetahuart, keterampilan, maupun sikap guru sesuai tuntutan profesi. Sistem pembinaan guru ini merupakan suatu hal yang mutlak perlu dilaksanakan, terlebih jika dikaitkan dengan tuntutan masyarakat yang semakin kompleks, sifat pendidikan yang sangat dinamis dan diperuntukkan bagi menyongsong masa mendatang.
lntinya tujuan utama dari pembinaan guru adalah upaya pengembangan atau improvement yang mengacu kepada aktivitas pcningkatan mutu guru agar rnencapai bentuk mutu yang multi dimensional, yang bersifat pelestarian, pembaharuan serta pengembangan progresif.


Ditataran implementasi banyak sekali jenis-jenis pembinaan tergantung pada
tujuan yang hendak dicapai dalam proses pembinaan. Pembinaan bcrdasarkan tujuannya dapat dikelompokan sebagai pembinaan orientasi, pembinaan kecakapan,  pembinaan kepribadian, pembinaan penyegaran dan pernbinaan lapangan. Pembinaan orientasi (orientation training program) diadakan untuk sekelompok orang yang baru masuk dalan1 suatu bidang pekerjaan. Pembinaan kecakapan (skill training) diadakan untuk mcmbantu para peserta guna mengembangkan kecakapan yang sudah dimiliki atau mendapatkan kecakapan baru yang diperlukan untuk pclaksanaan tugasnya. Pembinaan pengembangan kepribadian (personality development training). Tekanan pembinaannya pada pengembangan kepribadian, sikap. Pembinaan ini berguna untuk membantu para peserta, agar rnengenal dan mengembangkan diri menurut gambaran atau cita-cita hidup yang schat dan benar. Pembinaan kelja (in-service traning), diadakan oleh suatu lembaga untuk para stafnya. Tujuannya untuk keluar dari situasi kerja sehingga dapat menganalisis kcrja dan membuat rencana peningkatan untuk masa depan. Pembinaan penyegaran (refreshing traning), para pekerja yang agar berusaha mengubahnya sesuai dengan tuntutan kebutuhan baru dengan cara pcnambahan cakrawala pada pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada. Pembinaan lapangan (field training), bertujuan untuk mencmpatkan para peserta dalam situasi nyata, agar mendapatkan pengetahuan dan memperoleh pengalaman Jangsung dalam bidang yang diolah dalam pembinaan. Pembinaan ini membantu para peserta unntk membandingkan sintasi hidup dan kerja mereka dengan sintasi hidup dan kerja di tempat yang dikunjungi.
Banyak metoda yang dapat dilakukan untuk memberikan pembinaan kepada
guru, namun begitu secara garis besar pembinaan untuk meningkalkan kemampuan
profesional guru dapat dikelompokan menjadi dua macam pembinaan yaitu pembinaan
kemampuan dan pembinaan komitmen (Bafadal, 2003: 44). Pembinaan kemampuan dapat dilakukan dengan cara pelatihan, supervisi pengajaran, dan pendidikan Janjut.
Sedangkan pembinaan komitmen guru salah satunya dapat dilakukan dengan melalui
Pembinaan  kesejahteraan. Menurut buku Pedoman Pembinaan Guru yang dikeluarkan
oleh Depdikbud (1998), teknik- teknik pembinaan profesional terhadap guru meliputi kunjungan kelas, pertemuan pribadi, rapat dewan guru, kunjungan antar sekolah, kunjungan antar kelas, pertemuan dalam kelompok kerja, dan penerbitan bulletin profesional.
Pertama, Kunjungan Kelas (KK), yaitu kegiatan guru pembina yang dilakukan
pada saat guru magang sedang di kelas. Situasi dan kondisi yang dialami guru-guru
yang dibina dalam proses belajar mengajar di kelas harus benar-benar diketahui oleh
guru pembina, agar guru-guru tersebut dapat mengajar secara profesional oleh karenanya kunjungan kelas (KK) secara langsung oleh guru pembina mutlak dipertukan.Teknik pembina melakukan kunjungan kelas dilakukan pada saat guru magang sedang mengajar, dengan tujuan ingin mengetahui situasi dan kondisi yang dialami guru magang tersebut dalam proses belajar mengajar.
Kedua, Pertemuan Pribadi (PP), adalah pertemuan, percakapan, dialog atau
tukar pikiran antara guru pembina dengan guru magang mengenai usaha peningkatan
secara formal dan informal (Oepdikbud, 1986). Pembinaan profesional guru melalui pendekatan pribadi (PP) diperlukan untuk menciptakan iklim keterbukaan dalam lingkungan sekolah. Guru pembina akan mengenal lebih jauh keadaan guru yang dibinanya melalui dialog dan tukar pikiran secara individual. Hal ini diharapkan akan
berdampak positif kepada kinerja guru tersebut dalam rangka peningkatan hasil belajar
siswa. Dengan PP guru pembina dapat mengetahui secara jelas masalah atau kendala
yang dihadapi guru magang sehingga guru pembina dapat memberikan saran untuk
mengatasi masalah atau kendala tersebut secara tepat.
Ketiga, Rapat Dewan Guru (RDG) yaitu pertemuan antara kepala sekolah, guru
pembina, dan guru magang. Oalam rapat dewan guru diikuti oleh semua guru magang
dengan guru pembina dan kepala sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah atau guru
yang ditunjuk oleh kepala sekolah.
Keempat, Kunjungan Antar Sekolah (KAS), adalah suatu kunjungan yang
dilakukan guru-guru magang bersama dengan guru serta kepala sekolah ke sekolah sekolah lain. Dari kunjungan ini, guru~uru magang akan mengenal bagaimana rekan
guru di sekolah lain mengajar. Teknik ini diartikan sebagai kunjungan yang dilakukan
oleh guru magang dan kepala sekolah ke sekolah pembina. Guru magang melakukan pengajaran di sekolah pembina yang diamati langsung oleh guru pembina. Adapun
tujuannya adalah agar guru-guru magang dapat mengenal situasi dan kondisi sekolah
lain dan dapat mengaplikasikan keilmuannya pada kondisi lain, sehingga kemampuan
guru magang dapat diukur melalui kemampuannya beradaptasi. Teknik ini guru
magang dapat meliihat keberhasilan dan kegagalan yang dialami oleh sekolah yang dikunjunginya dan dijadikan bahan pelajaran oleh sekolah yang dimagangkan.
MenurutSunendiari, dkk (2004) teknik pembinaan melalui KAS ini akan mempunyai banyak manfaat dan akan mencapai tujuan yang diharapkan apabila guru pembina mampu menyusun rencana, prosedur, memimpin pelaksanaan KAS dan membuat tindak lanjut.
Kelima, Kunjungan Antar Kelas (KAK), guru dari kelas yang satu mengunjungi
kelas lain yang sedang mengajar dalam satu sekolah. KAK adalah suatu teknik pembinaan guru, di mana guru yang dibina diajak mengunjungi guru dari kelas yang
satu ke kelas yang lain yang sedang mengajar dalam satu sekolah. Tujuan dari teknik
KAK adalah agar guru-guru yang dibina dapat melihat metode mengajar, materi, alai
peraga ataupun memperoleh pengalaman baru tentang proses belajar mengajar dan pengelolaan kelas dari guru lain yang dikunjunginya. Dengan pengalaman melihat guru
lain mengajar diharapkan kemampuan guru magang lebih meningkat dan memperluas
wawasannya dalam proses belajar mengajar dan pengelolaan kelas.
Keenam. Pertemuan dalam kelompok kerja, adalah suatu pertemuan yang
dihadiri guru magang, guru pembina, dan kepala sekolah. Pertemuan dalam kelompok
kerja (PKK) merupakan pertemuan antara guru magang dan kepala sekolah dengan
tujuan menyatakan pandangan terhadap suatu masalah dan mencari solusinya,
bertukar pikiran dan menumbuhkan prakarsa dan daya cipta (Depdikbud, 1986).
Ketujuh, Penerbitan Buletin Profesional (PBP), suatu media cetak yang
diterbitkan secara berkala berisi hasil kerja profesional para guru, misalnya tulisan
ilmiah hasil tealah suatu konsep materi ajar atau pun karya ilmiah hasil penelitian
tindakan kelas.





2.2.1.   Pembinaan guru melalui supervisi

Menurut Glickman (1981) dalam Bafadal ( 1992: 2) supervisi pengajaran
adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar mengajar dcmi pencapaian tujuan pengajaran. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Alfonso, Firth, & Neville ( 1981: 43) bahwa:
Instructional supervision is here in defined as: behavior officially designed by
the organization that directly afficts teacher behavior in such a way as to facilitate pupil learning and achieve the goals organization.
Sergiovanni dan Starratt dalam Hariwung (1989: 133-134) mcngctengahkan konsep supervisi yang dibedakan atas supervisi I dan supervisi ll. Supervisi I memiliki asumsi-asumsi dasar bahwa dunia pcrsckolahan adalah terstruktur dan dihubungkan secara kctat.
Secara ideal guru-guru, kurikulum, metoda mengajar, supervisor dan system cvaluasi, jadwal kegiatan dan kejadian-kcjadian sekaliannya terikat bersama-sama dalam suatu cara yang tersusun, serupa gigi-gigi dan as yang membentuk ke~a mekanis suatu jam. Dalam pandangan ini supcrvisi ialah mengontrol gigi-gigi dan utama. Sekali hal ini dikerjakan, maka sekalian bagian-bagian Jain akan beke~a secara teramal dan serentak. Supervisor yang memegang pandangan ini akan memfokuskan perhatian kepada kontrol manajemen dan strategi serta teknik-teknik supervisi yang dapat mengatur berbagai bagian dalam usal1a supervisi. Supervisi II, sebaliknya didasarkan pada pandangan tentang pengajaran dan persekolahan yang benar-benar berbeda. Guru,
kurikulurn, siswa, pengajaran, strategi, jadwal kegiatan dan kejadian-kejadian lainnya ada tetapi satu dengan lainnya tak terikat. Supervisor yang memegang pandangan ini agak kurang bersandar pada kontrol manajemen dan strategi supervisi yang serupa dalam usaha mcngatur sekolah. Kunci bagi supervisi II adalah suatu pandangan baru dan
lebih Juas tentang motivasi dan kesepakatan guru-guru.





Esensi dari beberapa pendapat yang Ielah dikemukakan di alas adalah bagaimana
membantu mengembangkan kemampuan profesional guru. Untuk dapat membantu mengembangkan kemampuan profesional guru, yang pertama harus dilakukan adalah
penilaian kcmampuan guru, sehingga dapat ditentukan aspek apa yang akan dibantu dikembangkan. Sergiovanni (1993) dalam Bafadal (1992: 2-3) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian perfonnansi guru dalam supcrvisi pengajaran adalah melihat real ita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti berikut:
1. Apa yang sebcnarnya tejadi di dalam kelas?
2. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas?
3. Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang     berarti bagi guru dan murid-murid?
4. Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan pengajaran?
5. Apa kelebihan-kelcbihan dan kekuatan-kekuatan guru dan bagaimana cara
mengembangkannya?
Melalui supervisi pengajaran diharapkan mutu pengajaran yang dilakukan oleh
guru semakin meningkat. Mengembangkan kemampuan dalam konteks ini tidak hanya
ditckankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan
juga pada peningkatan komitmen, kemauan dan motivasi guru, sebab mcnmut Bafadal
( 1992: 4) dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pengajaran akan meningkat.
Sergiovani (1993) dalam Bafadal (1992: S) memberikan tiga tujuan supervise pcngajaran yaitu pengawasan mutu, pengembangan profesional dan memotivasi guru.
Selanjutnya Bafadal (I 992: 5) menyatakan bahwa supervisi pengajaran yang baik adalah
supervisi pengajaran yang mampu merefleksi multi tujuan (pcningkatan pengetahuan,
keterampilan mengajar, dan motivasi).






2.2.2           Pembinaan guru melalui pelatihan

Fungsi pelatihan dalam organisasi adalah sebagai segala kegiatan yang
dirancang untuk memperbaiki kincrja pcrsonil dalam suatu pekerjaan di mana personil itu sedang atau akan diangkat menjabat pekerjaan tertentu. Pelatihan merupakan salah satu tipe program pembelajaran yang menitikberatkan pada kecakapan individu dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Mangkuprawira (2002: 135) menyatakan bahwa:
Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan
dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terarnpil dan mampu
melaksanakan tanggung jawabnya semakin baik, sesuai dengan standar.
Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan keterarnpilan bekerja (vocational).
Selanjutnya Siegel dan Lane (1987: 98) menyatakan bahwa:
Pelatihan adalah upaya organisasi yang terencana untuk membantu para
karyawannya mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya
yang terkait dengan pekerjaannya, agar mereka dapat mcningkatkan prestasi
kerjanya.
Cascio (1992: 26) memandang pelatihan adalah program terencana yang dirancang
untuk meningkatkan unjuk-kerja pada tingkat individu, kelompok, atau organisasi".
Sejalan dengan hal tersebut, Wether dan Davis (1996: 65) mengemukakan bahwa
pelatiban adalah pengalaman-pengalaman instruksional (instructional experiences)
yang diberikan terutama olch pimpinan bagi para karyawan, yang dirancang untuk
mengembangkan keterampilan dan pengctahuan baru yang diharapkan dapat segera diterapkan begitu karyawan kembali atau beberapa saat sesudah kembali).
Berdasarkan bebcrapa pendapat di atas maka secara opcrasional pelatihan
dapat diartikan sebagai suatu proses yang mcliputi serangkaian tindakan yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada personil yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kcmampuan peserta dalam bidang pckerjaan tertentu guna meningkatkan profesionalismenya Pendidikan dan pelatihan bagi pengembangan SDM termasuk pengembangan profesi dan kinerja tenaga kcpendidikan sangat penting dikelola dcngan baik.
Berkenaan dengan hal ini Makmun. (1996: 110) mengemukakan bahwa desain pelatihan yang dilaksanakan secara sistematis, baik perencanaan program maupun proses implementasinya dan dikendalikan secara bertanggung jawab, tcrmasuk pula memantau hasil dan dampaknya setelah menempuh program ini merupakan suatu strategi dasar pendekatan pengembangan SDM.
Menurut Franco dalam Makmun (1996: Ill ) ada tiga tahap proses pelatihan,
yaitu:
·         Pertama adalah pre-implementation Activities terdiri dari tahap konseptual    (training needs analysis, objective setting, couse design, criteria for methodologies) dan tahap mobilisasi (criteria in selecting a resource person, criteria in selecting a traning team, criteria for screening participants, micro guidelines for dry-run.
·         Kedua adalah tahap kegiatan implementasi (implementation activities) dengan duk:ungan administrasi dan keuangan.
·         Ketiga adalah tahap post-implementation activities (preparation of terminal report, presentation of report to management, post-training, monittoring and evaluation, administration finance support and other follow through activities).
Berdasarkan pacta tahapan-tahapan di atas maka pelaksanaan pelatihan SDM menghendaki pengelolaan tersendiri yang harus ditanganj secara sistemik, sistema/is dan professional". Sistemik maksudnya adalah pelatihan harus dirancang dan di laksanakan secara tcrpadu dengan pola pembinaan karir dan penempatan SDM bruk intra maupun antar kelembagaan. Sistematik, mengandung arti bahwa pelatihan harus dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan scpanjang masa kcdinasan.
Profesional, mengandung arti bahwa penyelenggaraan (perencanaan, pelaksanaan, dan cvaluasi) pelatihan barus dilak:ukan oleh orang-orang yang profesional.
Mangkuprawira (2002: 139-140) memberikan tiga tahapan besar dalam pengelolaan program pelatiban yaitu tahap asesmen, tahap pelatihan dan tahap evaluasi. Dalam tahap asesmen dilakukan analisis kebutuhan pelatihan dari organisasi, pekerjaan, dan kebutuhan individu. Dalam tahap pelatihan dilakukan kegiatan merancang dan menyeleksi prosedure pelatihan, serta pelaksanaan pclatihan. Tahap terakhir adalah tahap cvaluasi, pada tahap ini dilakukan pengukuran hasil pelatihan dan membandingkan hasilnya dengan kriteria.

Beberapa langkah yang dikemukakan di atas tersebut, memberikan suatu
gambaran bahwa kegiatan pelatihan merupakan kegiatan yang memerlukan suatu
pengelolaan yang sungguh-sungguh dan terencana dengan baik.
Sehingga dapat dikatakan bahawa program pelatihan guru yang terencana, terus mencrus, sesuai dengan kebutuhan dan tepat sasaran akan berdarnpak pada peningkatan kepuasan dan kepercayaan masyarakat.
Hal penting dalam melaksanakan program-program pelatihan adalah mempenimbangkan pcndekatannya. Banyak sekali model pendekatan pclatihan dalam tataran implcmentasi. Yang perlu diperhitungkan dalam menetapkan pendekatan itu adalah cost-efectiveness, materi program yang diinginkan, kesesuaian fasi litas, harapan dan kemampuan peserta, harapan dan kemampuan pelatih atau pengajar, dan prinsip-prinsip belajar. Semua itu perlu dipertimbangkan dalam pengarnbilan keputusan tentang pcndekatan pelatihan. Sadar karena pclatihan merupakan salah satu jenis proses belajar untuk memperoleh dan mcningkatkan pengetahuan dan keterampi lan dalam waktu yang relative singkat maka berdasarkan tempat kegiatannya, Sastradipoera (2002: 57) membagi model pendekatan menjadi dua yaitu pelatihan yang dilaksanakan sementara karyawan bckerja di tempat
lugasnya (on-the-job /raining) dan di Juar tempat kelja (off-the-job training).

a.      On the job training
Berkaitan dengan Jatihan dalam kelja Rivai (2004: 242) menyatakan bahwa:
On the job traning (01) atau disebut juga pelatihan dengan instruksi pekerjaan
sebagai metode pelatihan dengan cara para pekerja atau caJon pekelja ditempatkan dalarn kondisi pekerjaan riil, di bawah bimbingan dan supervise dari pegawai yang telah berpengalaman atau seorang supervisor.
On the job traning dalam kooteks pelatihan guru, merupakan jenis pelatihan dalam bentuk Jatihan praktek dengan menggunakan suasana dan tcmpat guru melakukan tugasnya. Biasanya organisasi memilih meogadakan latihan dalam kerja atas dasar beberapa pertimbangan, yaitu menjanjikan pengalaman tangan pertama dan melancarkan proses transfer, dapat menyesuaikan dengan arus kegiatan organisasi, dan tidak perlu menyiapkan tempat khusus yang terpisah dari tempat kerja, sehingga guru dapat memberikan kontribusinya terhadap organisasi sambil bclajar. Ada beberapa kerugian dari latihan dalam kelja, di antaranya: sering menimbulkan kerusakan pada alat dan pcrkakas, menimbulkan kesalahan kerja yang mahal, frustasi bagi peserta dan pelatih, dan kctidakpuasan pelanggan. Untuk mcnghindari kerugiatan itu maka kegiatan pelatihan dalam kerja harus dilaksanakan dengan melihat situasi dan kondisi.
Menurut Sastradipoera (2002: 57), yang tergolong jenis Jat ihan dalam kerja di antaranya adalah magang, rotasi jabatan, instruksi kerja, latihan pendahuluan,
permainan bisnis, permainan peran, pengajaran, penugasan sernentara dan sebagainya.

b.      Of the job training

Latihan Juar kerja merupakan Jatihan guru yang diselenggarakan di Juar
tempat kerja. Menurut Sastradipoera (2002: 59-60), yang termasuk ke dalam latihan luar kelja adalah studi kasus. latihan laboratorium, kursus khusus. dan latihan di lembaga pendidikan.
Beberapa teknik program pclatihan yang telah di uraikan di atas mcmiliki
kcunggulan dan kelemahan.










Keunggulan dan kelemahan program- program pelatihan.

Metode/ tekhnik pelatihan
Keunggulan
Kelemahan
Pelatihan instruksi pekerjaan
1. memfasilitasi transfer belajar
2. tidak memerlukan fasilitas terpisah
1.terjadi pencampuradukan kinerja
2. dapat merusak fasilitas
Pemagangan
1.tidak menggangu pekerjaan nyata
2.menuntut pelatihan intensif
1.memerlukan waktu lama
2.biaya nya mahal
3.dapat saja tidak terkait pekerjaan
Intensip / asistensip
1. memfasilitasi transfer belajar
2. memberi gambaran pekerjaan nyata
1. tidak seperti pekerjaan sesungguhnya
2. belajar bersifat vikarius

Rotasi pekerjaan
1. mendapatkan pengalaman tentang banyak pekerjaan
2.belajar nyata
1.kurang rasa tanggung jawab penuh
2.adakalanya terlalu singkat pada pekerjaan tertentu
Pelatihan eksekutif
1. melibatkan pengalaman tingkat tinggi
1. biayanya sangat mahal
Kursus formal
1.tidak mahal kalau pesertanya banyak
2.tidak mengganggu pekerjaan
1.mensyaratkan kemampuan verbal
Simulasi
1.membantu transfer pengalaman dan keterampilan
1.tidak selalu dapat meniru situasi riil



2.2.3   Lesson Study
           Konsep dan praktik Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru
pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah
kenkyuu jugyo. Adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam
mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Indonesia saat ini mulai genca disosialisasikan untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan.
Meski pada awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan baJlkan
pendidikan tinggi.
           Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalan1 pembelajaran, tetapi
merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang
dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam
merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan basil pembelajaran.
Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus
yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip
dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran
siswa secara terus-menerus, berdasarkan data.
Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah
komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan
perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajeriaJ. Slamet Mulyana (2007)
memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salaJJ satu model pembinaan profesi
pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolcgalitas dan mutual learning untuk membangun
komunitas belajar.



            Tahapan-Tahapan Lesson Study
Berkenaan dengan tahapan-tahapan dalam Lesson Study ini, dijumpai beberapa pendapat.
Menurut Wikipedia (2007) bahwa Lesson Study dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA). Sementara itu,
Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson Study, yaitu :
 (1)Perencanaan (Plan);
 (2) Pelaksanaan (Do) dan
 (3) Refleksi (See).
Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University of Wisconsin mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:
1) Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang
bersangkutan dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan
dengan Lesson Study.
2) Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan
dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study.
3) Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai
tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons.
4) Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan
pembelajaran, sementara yang lairu1ya melakukan pengamatan, mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa.
5) Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan merulai
kemajuan dalam pencapaian tujuan bela jar siswa.
6) Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-
Tahapan mulai dari tahapan ke-2 san1pai dengan tahapar1 ke- sebagaimana dikemukakan di atas, dari tim melakukan sharing atas ternuan-temuan yang ada.



Merujuk pada pemikiran Slan1et Mulyana (2007) dan konsep Plan-Do-Check-
Act (PDCA), di bawah ini akan diuraikan secara ringkas tentang empat tahapan dalam
penyelengggaraan Lesson Study.
1.     Tahapan .Perencanaan (Plan).
Dalam tahap perencanaan, para guru yang tcrgabung dalam Lesson SIUdy berkolaborasi unruk menyusun RPP yang mcncerminkan pcmbelajaran yang berpusat pada siswa. Pcrencanaan diawali dengan kegiatan mcnganalisis kebutuhan dan pcrmasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, scpcrti tcrllang: kompetensi dasar, cara membe lajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyala yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, seeara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan ditemukan.
 Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan pennasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kcmungkinan yang akan tcrjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dcngan tahap akhir pembelajaran.
2.     Tahapan Pelaksanaan (Do).
Pada tabapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu:
(1)   kegiatan pclaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang discpakati atau atas pennintaan sendiri untuk mcmpraktikkan RPP yang telah disusunbersama, dan
(2)   kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota ataukomunitas Lesson Study yang lainnya (baca: gum, kepala sekolah, atau pengawas sckolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamatlobserver).

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya: (1)          Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun
bersama;
(2)         Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalarn selling
yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang
disebabkan adanya program Lesson Study;
(3)        Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan
mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa;
(4)        Pengamat melakukan pengamatan secara teli li terhadap interaksi siswa-siswa, siswa bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrument pengamatan yang telah disiapkan sebelunmya dan disusun bersama-sama;
(5)        Pengamatharus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusiguru;
(6)        Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital            untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran;
(7)        Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, rnisalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catalan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.

3. Tahapan Refleksi (Check).
Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajan1an analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala sekolah atau peserta Jainnya yang dituujuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesankesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan umtun maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan pennasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang telah disusun. Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bulwn terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan batik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang bcrlangsung dalam diskusi. Tabapan Tindak Lanjut (Act).
Dari hasil refleksi dapat diperolch sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada tatanan individual, maupun mcnajerial. Pada tataran individual, berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam tahapan rcfleksi (check) tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik. Pada tataran manajerial, dengan pclibatan langsung kepala sekolah sebagai pescrta Lesson Study, tentunya kepala sekolah akan memperoleh sejumlah masukan yang berharga bagi kepentingan pengembangan manaj emen pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan. Kalau sclama ini kepala sekolah banyak disibukkan dengan hal -hal di luar pendidikan, dengan keterlibatannya secara langsung dalam Lesson Study, maka dia akan lebih dapat memaharni apa yang sesungguhnya dialarni oleh guru dan siswanya dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih fokus lagi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah

2.3       PROFESIONALISASI TENAGA KEPENDIDIKAN
Secara normatif, Pasal 20 UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen menandaskan, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
(a)    merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
(b)   meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
(c)    bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
(d)   menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
(e)    memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Lebih lanjut Pasal 28 PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
menjabarkan bahwa:
(1)   Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional;
(2)   Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan
minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
(3)   Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan anak usia dini meliputi:
(a) Kompetensi pedagogik;
(b) Kompetensi kepribadian;
(c) Kompetensi profesional; dan
(d) Kompetensi sosial;

      
(4)   Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan;
(5)   Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pandangan yang ideal mengenai profesionalisme guru, direfleksikan dalam citra
guru masa depan sebagaimana dikemukakan oleh Sudarminta (1990), yaitu guru yang:
(1) sadar dan tanggap akan perubahan zaman;
 (2) berkualifikasi profesional;
(3) rasional, demokratis dan berwawasan nasional;
 (4) bermoral tinggi, beriman.
Sadar dan tanggap akan perubahan zaman artinya, pola tindak keguruannya tidak
rutin, maju dalam penguasaan dasar keilmuan dan perangkat instrumentalnya. Jadi guru
tersebut diharapkan menguasai daya foresight, intellectual coriosity, dan kemampuan
berpikir lateral.
Guru profesional yaitu guru yang tahu mendalam tentang apa yang diajarkan, mampu mengajarkannya secara efektif, efisien, dan berkepribadian mantap. Guru yang bermoral tinggi dan beriman tingkah lakunya digerakkan oleh nilai-nilai luhur. Syah (1995) memperinci kompetensi profesional guru ke dalam tiga aspek, yaitu:
(1) kompetensi kognitif;
(2) kompetensi afektif; dan
(3) kompetensi psikomotorik.
Aspek pertama meliputi penguasaan terhadap pengetahuan kependidikan, pengetahuan materi bidang studi yang diajarkan, dan kemampuan mentransfer pengetahuan kepada para siswa agar dapat belajar secara efektif dan efisien.
Kompetensi kedua yaitu sikap dan perasaan diri yang berkaitan dengan profesi
keguruan, yang meliputi self concept, self efficacy, attitude of self-acceptance dan
pandangan seorang guru terhadap kualitas dirinya.

Sedangkan aspek yang disebut terakhir -kompetensi psikomotorik- meliputi kecakapan fisik umum dan khusus seperti ekspresi verbal dan nonverbal.
Johnson sebagaimana dikutip Sanusi dkk (1991) mengetengahkan tiga aspek
performansi guru, yaitu :
(a) Kemampuan profesional yang mencakup :
(1). penguasaan pelajaran yang terdiri atau penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan
      konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkan itu;
(2) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan;
(3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
(b) Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan
      kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
(c) Kemampuan personal guru, mencakup :
 (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan
      terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya;
(2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya dianut oleh
     seorang guru;
(3) penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para     
siswanya.
P3G Depdikbud (1980) merumuskan sepuluh kompetensi dasar guru, yang
meliputi kemampuan-kemampuan dalam hal :
(1) menguasai bahan ajar;
(2) mengelola program belajar mengajar;
(3) mengelola kelas;
(4) menggunakan media dan sumber pengajaran;
(5) menguasai landasan-landasan kependidikan;
(6) mengelola interaksi belajar mengajar;
(7) menilai prestasi belajar siswa;
(8) mengenal fungsi dan program pelayanan BP;
(9) mengenal dan ikut menyelenggarakan administrasi sekolah; dan
(10)memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan menafsirkannya untuk pengajaran.

Aktualisasi profesi guru dalam proses pembelajaran merupakan hal paling pokok
dalam menjawab isu-isu pokok pendidikan dewasa ini.
Pelaksanaan pekerjaan dalam bidang ini secara garis besar terdiri atas tiga tahapan:
(1) tahap kesiapan guru untuk melakukan tugas yang ditunjukkan dengan perencanaan pengajaran;
(2) tahap pelaksanaan prosedur pengajaran berdasarkan perencanaan yang telah dipersiapkan;
(3) tahap ketiga berkaitan dengan kemampuan guru dalam membina hubungan antarpribadi.

Tahap perencanaan pengajaran
meliput aspek-aspek:
(1) rencana pengorganisasian bahan pengajaran;
(2) pengelolaan pengajaran;
(3) rencana pengelolaan kelas;
(4) penggunaan media dan sumber belajar; dan
(5) rencana penilaian prestasi.
Tahap pelaksanaan prosedur
terdiri atas aspek-aspek :
(1) penggunaan metode, media, dan bahan pengajaran;
(2) berkomunikasi dengan siswa;
(3) mendemonstrasikan metode;
(4) mendorong keterlibatan siswa;
(5) mengorganisasikan waktu, ruang, dan perlengkapan pengajaran;
(6) melakukan evaluasi.
Tahap pembinaan hubungan antarpribadi
dapat diamati dari aspek-aspek:
(1) pengembangan sikap positif terhadap siswa;
(2) sikap terbuka dan fleksibel;
(3) kesungguhan dan kegairahan mengajar;
(4) mengelola interaksi perilaku di dalam kelas.


Sejalan dengan uraian di atas, Wotruba dan Wright (1975) mengidentifikasi enam
karakteristik mengajar yang efektif.
·         Pertama, pengorganisasian yang baik dari pokok bahasan dan mata pelajaran.
Organisasi yang baik dari pokok bahasan ditunjukkan dalam tujuan-tujuan, materi
pelajaran, tugas-tugas, aktivitas kelas, dan ujian. Tahapan penyiapan kelas dan efektivitas penggunaan waktu di dalam kelas, juga merupakan indikator dari organisasi yang baik dari pokok bahasan dan mata pelajaran. Riset menunjukkan bahwa pengorganisasian mata pelajaran mempunyai hubungan dengan cara siswa belajar. Apabila pelajaran diberikan secara terorganisasi akan dapat membantu mengembangkan kemampuan belajar siswa, maka dapat dinyatakan bahwa organisasi bahan pengajaran yang baik memberikan kontribusi terhadap efektivitas mengajar.
·         Kedua, komunikasi yang efektif.
Kemampuan guru termasuk penggunaan audiovisual atau teknik-teknik lain untuk menarik perhatian siswa, merupakan karakteristik mengajar yang penting untuk dievaluasi. Keahlian berkomunikasi meliputi kemampuan-kemampuan menjelaskan presentasi, kelancaran verbal, interpretasi gagasan-gagasan abstrak, kemampuan berbicara yang baik dan kemampuan mendengarkan. Dapat berkomunikasi dengan baik merupakan karakteristik penting bagi mengajar yang efektif. Karena, komunikasi yang efektif sangat penting untuk kelas-kelas yang besar, seminar, laboratorium, grup-grup diskusi kecil, sebaik dalam percakapan orang perorang.
·         Ketiga, pengetahuan dari dan perhatian pada bahan pelajaran serta proses pembelajaran.
Guru harus mengetahui bahan pelajaran yang mereka bina agar mereka dapat mengorganisasikannya secara tepat sehingga dapat mengkomunikasikannya secara tepat pula. Seorang pengajar penting untuk mencurahkan perhatian dan pemikirannya terhadap disiplin ilmunya, termasuk yang didapatkannya dari penelitian. Pengetahuan pengajar terhadap materi pelajaran direfleksikan juga dalam kemampuannya memilih buku teks, bahan bacaan dan daftar referensi, isi pengajaran serta silabus pelajaran.
·         Keempat, sikap yang positif kepada siswa.
Sikap-sikap yang disukai siswa di antaranya ialah pemberian pertolongan oleh pengajar atau instruktur ketika siswa mengalami kesulitan berkenaan dengan materi pelajaran, pemberian kesempatan mengajukan pertanyaan atau mengekspresikan opini siswa, dan kepedulian terhadap hal-hal yang dipelajari siswa. Sikap positif terhadap siswa dicerminkan pula dalam dukungan dan kepercayaan diri siswa. Mengajar yang efektif sesungguhnya melibatkan harapan-harapan yang tepat, pembimbingan dan dorongan kepada siswa.
·         Kelima, adil dalam ujian dan penilaian.
 Sejak awal pembelajaran, siswa harus diberitahu mengenai jenis-jenis penilaian seperti karya tulis, proyek, ujian, kuis-kuis, yang akan dijumlahkan pada akhir perkuliahan. Keterkaitan masing-masing materi yang tercakup dalam pelajaran merupakan aspek penting dari keadilan. Konsistensi penting bagi tujuan pelajaran, isi pelajaran, ujian, kuis-kuis, dan penilaian. Batas waktu dan manfaat umpan balik mengenai kinerja siswa, juga merupakan elemen penting dari keadilan sebagaimana kesesuaian antara beban kerja dengan kredit yang diterima. Umpan balik dalam bentuk peringkat dan komentar tidak hanya dapat menjadi indikator pencapaian pengetahuan relatif siswa terhadap dibanding rekan sekelasnya, tetapi harus dapat pula menjadi indikator pertumbuhan pribadi.
·         Keenam, fleksibel dalam pendekatan mengajar.
Pengajar yang jarang mencoba pendekatan instruksional yang beragam mengindikasikan kehilangan semangat mengajar. Variasi pendekatan instruksional berguna dalam menyempurnakan bermacam-macam peraturan dan tujuan-tujuan pelajaran, serta dalam merespons keragaman latar belakang individual siswa. Dengan memvariasikan langkah-langkah instruksional yang mempertimbangkan keragaman siswa akan memungkinkan pencurahan perhatian yang lebih baik dari siswa terhadap materi pelajaran.










BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
           
            Profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifkasi atau kemampuan para
anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan
atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu. Profesionalisasi mengandung makna
dua dimensi utama, yaitu peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis.
Aksentasinya dapat dilakukan melalui penelitian, diskusi antar rekan seprofesi, penelitian
dan pengembangan, membaca karya akademik terkini, dsb. Kegiatan belajar mandiri,
mengikuti pelatihan, penataran, studi banding, observasi praktikal, dan lain-lain menjadi
bagian integral upaya profesionalisasi.
            Jika dalam masa pendidikan/prajabatan itu profesionalisasi lebih banyak ditentukan oleh lembaga dengan berpegang kepada kaidah-kaidah akademik dan latihan praktek yang standar, maka setelah bekerja, profesionalisasi lebih banyak tergantung kepaa setiap individu professional tersebut.
            Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar tawar lagi karena unik nya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal dan social. 

3.2 SARAN
           
            Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:
1.      Guru sebagai profesi yang sangat penting dalam dunia pendidikan harus meningkatkan kemampuannya untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
2.      dan dalam proses profesionalisasi, seorang guru tidak hanya terletak dalam masa-masa persiapan, tetapi juga dalam pembinaan dan cara-cara pelaksanaan tugas sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Faris. 2011. profesionalisasi. Dari http://catatankuliahpraja.blogspot.com/2011/09/.html, Dikutip pada 7 maret 2013
Said asnan . 2012.profesionalisasi tenaga guru. Dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=4437, Dikutip pada 7 maret 2013
Uno, Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Dikutip pada 7 maret 2013

Satori djam’an.2008. profesi keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka
Dikutip pada 7 maret 2013

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons