BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Profesional adalah kata
benda dari profesi, merupakan lawan kata dari amateur yang berkaitan
dengan seseorang yang menerima bayaran atas jasa pekerjaannya. Pengertian
lain adalah seseorang yang mempraktekkan suatu profesi dan seseorang yang dipandang
sebagai ahli dalam suatu cabang ilmu (one who is regarded an expert since he
has mastery of a specific branch of learning). Jadi seseorang yang
mempraktekkan suatu pekerjaan yang diterima sebagai status profesional,
maka ia adalah seorang yang ahli dari cabang ilmu yang digelutinya,
dengan demikian lembaga profesional yang bersangkutan mempunyai
kewajiban untuk mengawasinya. Seorang yang professional akan senantiasa
terus-menerus mencari kesempurnaan (mastery) dari cabang ilmu yang ia
kuasai dan melakukan pekerjaan dengan itu, sehingga ia akan lebih sempurna
dalam memberikan pelayanan kepada
publiknya. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi profesional/ahli seharusnya
ia terus menerus meningkatkan mutu pengetahuannya sesuai dengan bidang
pekerjaan yang ia geluti, ini sesuai dengan pendapat Peter Jarvis (1983 : 27) “In
order to be master of branch of learning it is essential for a
practitioner to continue his learning after initial education and some
professions have institutionalized education”.
Selanjutnya Jarvis menegaskan bahwa seorang profesional adalah yang
berikhtiar untuk menjadi ahli serta melaksanakan ilmu pengetahuannya dalam
pekerjaannya secara efektif (one who endeavor to have mastery of and
to apply effectively that knowledge upon which his occupations is based).
Untuk menjadi profesional harus melalui pendidikan dan atau latihan yang
khusus.
Pendidikan profesional
adalah suatu pendidikan yang mempersiapkan peserta didik dengan panggilan atau
pekerjaan profesional. Profesionalisasi berasal dari kata professionalization
yang berarti kemampuan profesional. Dedi Supriadi (1998) mengartikan
profesionalisasi sebagai pendidikan prajabatan dan/atau dalam jabatan.
Proses pendidikan dan latihan ini biasanya lama dan intensif. Menurut
Eric Hoyle (1980) konsep profesionalisasi mencakup dua dimensi yaitu :
“…..the
improvement of status and the improvement of practice”.
Pendapat ini mengemukakan
bahwa dimensi yang pertama meliputi upaya yang terorganisir untuk memenuhi
kriteria profesi yang ideal dan bila telah mencapai tingkatan profesi yang
sudah mapan, maka upaya tersebut adalah mempertahankan serta membina posisi
yang telah mapan itu. Profesionalisasi dalam dimensi ini mengandung implikasi
untuk meningkatkan periode latihan bagi anggota profesi yang memiliki kualitas
sehingga terlihat jelas batas yang berprofesi dan berhak melaksanakan
profesinya secara resmi dengan tidak, selanjutnya mempunyai implikasi dalam
meningkatkan kontrol terhadap aktivitas-aktivitas profesi dan kontrol atas
latihan yang dilakukan anggota profesi.
Dimensi kedua menurut
Hoyle adalah penyempurnaan pelaksanaan (improvement
of practice), meliputi
penyempurnaan keterampilan secara terus menerus, serta pengetahuan dari
pelaksanaannya. Karena itu konsep profesionalisasi dapat disamakan dengan
pembinaan profesi (professional development).
1.2
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Apa yang dimaksud
dengan profesionalisasi?
2.
Bagaimana proses
pembinaan guru yang menjadi bagian dari profesionalisasi?
3.
Apa saja jenis dan
tahap dari pembinaan guru?
1.3
TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagau berikut:
1.
Mengetahui
pengertian dari profesionalisasi
2.
Mengetahui tahap –
tahap profesionalisasi guru
3.
Mengetahui
jenis-jenis profesionalisasi
1.4
MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan ini makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai bahan pelajaran bagi mahasiswa.
2.
Sebagai wacana awal bagi penyusunan makalah selanjutnya.
3.
Sebagai literature untuk lebih memahami
profesionalisasi.
1.5
SISTEMATIKA
PENULISAN
Dalam penulisan Karya Tulis ini,
sistematika penulisan yang digunakan adalah :
· BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang : Latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika
penulisan.
· BAB II PEMBAHASAN
Berisi tentang : Pembahasan mengenai
Profesionalisme.
· BAB III PENUTUP
Berisi tentang : kesimpulan dan
saran.
BAB
II
ISI
2.1 KONSEP DAN PENGERTIAN PROFESIONALISASI
Profesionalisasi berasal dari kata professionalization, yang
bermakna
peningkatan
kemampuan profesional. Konsep profesionalisasi biasa digunakan untuk
proses
dinamis menuju kondisi ideal suatu profesi. Vollmer dan Mills (1966) dalam
Jarvis (
1983: 24) menyatakan: "the concept of "professionalization ' may
be used to refer to the dynamic process whereby many occupations can be a
"profession ' even though some of these may not move very far in this
direction". Selanjutnya Makmun (1996: 48) menyatakan bahwa:
"profesionalisasi adalah proses usaha menuju ke arah terpenuhinya pcrsyaratan
suatu jenis model pckedaan ideal". Sutisna ( 1987: 303) mengatakan profesionalisasi
yaitu suatu proses pembaban dalam status pkerjaan dari yang nonprofesi kearah
profesi yang disusun dalam suatu rangkaian (continuum) dan di antaranya
terdapat scdcrctan profesi. Selanjutnya Caplow (1954) dalam Jarvis (1983:
24) menyatakan bahwa langkah
pertama profesionalisasi adalah membangun asosiasi
profesional,
kemudian disusul dengan pembahan title pekerjaan, ketiga mcnetapkan
kode etik
yang dipublikasikan sebagai gambaran pengabdian sosial dari pekeljaan tersebut,
kemudian diikuti dengan legalisasi praktek pekeljaan.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa profesionalisasi
adalah konsep yang begitu dinamis dan melibatkan perubahan dalam stmktur
pekerjaan. Faktor lain yang berkenaan dengan proses profesionalisasi adalah perlunya
penimbangan yang berkaitan dengan produk akhir dari keberlanjutan profesionalisasi
(continuum of professiona/ismion). Profesionalisasi juga berkaitan dengan
apa yang dipercayai sebagai tujuan yang semestinya dicapai. Dengan serangkaian
tujuan yang jelas, kita dapat mengidcntifikasi berbagai indicator keberhasilan
dan akan lebih mudah memahami wujud profesionalisme yang dikehendaki.
Sumardjo
dkk. (2004: 29) menyatakan bahwa jenis pekerjaan yang berkualiflkasi
profesional
memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan
bagi caJon pelaksananya,
kecakapan profesi berdasarkan standar baku yang
ditetapkan oleh
organisasi profesi atau organisasi yang berwenang lainnya, profesi
tersebut
mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan negara dengan segala civil efectnya.
Profesionalisasi adalah suatu proses menuju kepada perwujudan dan
peningkatan profesi dalam mencapai suatu suatu kriteria yang sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Dengan profesionalisasi, para guru secara
bertahap diharapkan akan mencapai suatu derajad kriteria professional sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Pada dasarnya profesianalisasi merupakan
suatu proses pengembangan keprofesian yang sistematis dan berkesinambungan
melalui berbagai program pendidikan baik pendidikan pra jabatan maupun
pendidikan dalam jabatan . Program ini dilakukan oleh pemerintah bersama-sama
dengan badan atau organisasi lain yang terkait. Beberapa program
profesionalisasi guru yang telah dan sedang berjalan antara lain program
pendidikan guru di LPTK untuk mendidik calon guru yang profesional, program penyetaraan
untuk membantu guru mencapai derajat kualifikasi profesional sesuai dengan
standar yang berlaku, penataran dan pelatihan untuk meningkatkan kualifikasi kemampuan guru.
2.2 KONSEP PEMBINAAN GURU
Foster & Seeker (2001: I) menyatakan bahwa: "Pembinaan (coaching)
adalah
upaya
berharga untuk membantu orang lain mencapai kinerja puncak".
Menurut Manunhardjana
(1986: 12) pembinaan adalail suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal
yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan
membantu orang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan
dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru
untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif.
Thoha (2002: 7) mengartikan pembinaan sebagai suatu tindakan, proses, hasil, atau
pernyataan menjadi lebih baik.
Pembinaan
juga merupakan suatu preskripsi untuk suatu perubahan, pembaharuan dan
penyempumaan yang berencana di dalam suatu organisasi. Soewono (1992: 2) dan
Rifai (1987: 24-25} menyebut pembinaan guru sama dengan supervisi pendidikan.
Supervisi pada prinsipnya adalah aktivitas membantu dan melayani guru agar
diperoleh guru yang bermutu, yang selanjutnya berdan1pak pada proses belajar
mengajar yang lebih efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Selanjutnya Bafadal (2003:41) menyatakan ada empat hal yang berkenaan dengan
pembinaan profesionalisme guru,yaitu:
(1) peningkatan kemampuan profesional guru;
(2) supervisi klinis sebagai upaya peningkatan kemampuan profcsional
guru;
(3) peningkatan motivasi kcrja gu ru; dan
(4) pengawasan kinerja guru".
Menurut Gaffar ( 1987: 126)
konsep pembinaan dalam arti pengembangan profesional mengandung dua arti, yaitu:
(1)
dikaitkan dcngan
usaha peningkatan kemampuan profesional yang dapat
dilakukan secara indepcnden pada tingkat sekolah oleh individu
masing-masing dan,
(2)
dikaitkan dengan
jenjang karir kepegawaian dan ini harus dipolakan dari
tingkat yang lebih tinggi.
Lcbih
lanjut Gaffar (1987: 158-159) menyatakan bahwa pembinaan guru merupakan suatu
keharusan untuk mengatasi pennasalahan tugas di lapangan. Pembinaan guru
mempunyai cscnsi "professional growth" dcngan esensi pokoknya
adalalt keahlian teknis (professional technical expertise) serta
perlu ditunjang olch kepribadian dan sikap profesional. Menurut Lucio dan Neil
(1979: 44), pembinaan guru Jebih merupakan suatu dimensi perilaku (a
diminsion of behavior). Dengan demikian melalui pembinaan, guru akan
semakin mampu memfasilisasikan belajar bagi peserta didiknya.
Fungsi
pokok dari pembinaan menyangkut tiga hal yaitu:
(1) penyampaian infomtasi dan pengetahuan;
(2) perubahan dan pengembangan sikap;
(3) latihan dan pengembangan
kecakapan serta keterampilan (Manunhardjana,
1986: 14).
Dengan
pembinaan ini guru diharapkan dapat mengenal hambatan-hambatan, baik yang di
luar maupun di dalam situasi hidup dan keljanya, meliltat segi-segi positif dan
negatifuya serta menemukan pemecahan pemecahan masalah yang mungkin.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa pembinaan
adalah
suatu
tindakan, proses atau pemyataan untuk memelihara, memperbaiki, dan menumbuh-kembangkan
potensi individu atau sekelompok individu untuk dapat bekerja ke arah yang
lebih produktif, sehingga dapat dikatakan bahwa pembinaan sama fungsinya dengan
pengembangan SDM. Dalam konteks tenaga kependidikan dapat diartikan sebagai
upaya peningkatan pcngetahuan, keterdlllpilan, kemampuan, sikap dan kepribadian
guru agar lebih mampu menampilkan kinerja secara profesional, atau dapat dikatakan
juga sebagai aktivitas pemeliharaan, perbaikan dan pencapaian mutu. Aktifitas pemeliharaan,
perbaikan dan pencapaian mutu tersebut dapat tcrlaksana secara berkelanjutan jika
pembinaan merupakan suatu sistem. Melalui sistem pcmbinaan diharapkan ada suatu
sistem bantuan profesional yang berfungsi untuk mcningkatkan kemampuan
profesional guru secara terus menerus, sehingga mutu pengelolaan proses belajar
mengajar yang dilakukan oleh guru terjabarkan dalam Planning, Organizing.
Actuating dan Evaluating pembelajaran yang bermutu. Keterampilan
guru dalam membuat perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan evaluasi yang
bennutu dalam proses belajar mengajar akan menjadikan guru untuk senantiasa
termotivasi dalarn melakukan perbaikan-perbaikan scbagai suatu langkah
pemberian jaminan mutu dalam proses belajar mengaj ar. Sistem pembinaan guru
diarahkan tmtuk mengubah perilaku, menyangkut pengetahuart, keterampilan,
maupun sikap guru sesuai tuntutan profesi. Sistem pembinaan guru ini merupakan
suatu hal yang mutlak perlu dilaksanakan, terlebih jika dikaitkan dengan
tuntutan masyarakat yang semakin kompleks, sifat pendidikan yang sangat dinamis
dan diperuntukkan bagi menyongsong masa mendatang.
lntinya tujuan utama dari pembinaan guru adalah upaya pengembangan atau improvement
yang mengacu kepada aktivitas pcningkatan mutu guru agar rnencapai bentuk
mutu yang multi dimensional, yang bersifat pelestarian, pembaharuan
serta pengembangan progresif.
Ditataran implementasi banyak sekali jenis-jenis pembinaan tergantung
pada
tujuan yang
hendak dicapai dalam proses pembinaan. Pembinaan bcrdasarkan tujuannya dapat
dikelompokan sebagai pembinaan orientasi, pembinaan kecakapan, pembinaan kepribadian, pembinaan penyegaran
dan pernbinaan lapangan. Pembinaan orientasi (orientation training program) diadakan
untuk sekelompok orang yang baru masuk dalan1 suatu bidang pekerjaan. Pembinaan
kecakapan (skill training) diadakan untuk mcmbantu para peserta guna mengembangkan
kecakapan yang sudah dimiliki atau mendapatkan kecakapan baru yang diperlukan
untuk pclaksanaan tugasnya. Pembinaan pengembangan kepribadian (personality
development training). Tekanan pembinaannya pada pengembangan kepribadian,
sikap. Pembinaan ini berguna untuk membantu para peserta, agar rnengenal dan
mengembangkan diri menurut gambaran atau cita-cita hidup yang schat dan benar.
Pembinaan kelja (in-service traning), diadakan oleh suatu lembaga untuk
para stafnya. Tujuannya untuk keluar dari situasi kerja sehingga dapat
menganalisis kcrja dan membuat rencana peningkatan untuk masa depan. Pembinaan
penyegaran (refreshing traning), para pekerja yang agar berusaha mengubahnya
sesuai dengan tuntutan kebutuhan baru dengan cara pcnambahan cakrawala pada
pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada. Pembinaan lapangan (field training),
bertujuan untuk mencmpatkan para peserta dalam situasi nyata, agar mendapatkan
pengetahuan dan memperoleh pengalaman Jangsung dalam bidang yang diolah dalam
pembinaan. Pembinaan ini membantu para peserta unntk membandingkan sintasi
hidup dan kerja mereka dengan sintasi hidup dan kerja di tempat yang dikunjungi.
Banyak metoda yang dapat dilakukan untuk memberikan pembinaan kepada
guru, namun
begitu secara garis besar pembinaan untuk meningkalkan kemampuan
profesional
guru dapat dikelompokan menjadi dua macam pembinaan yaitu pembinaan
kemampuan
dan pembinaan komitmen (Bafadal, 2003: 44). Pembinaan kemampuan dapat dilakukan
dengan cara pelatihan, supervisi pengajaran, dan pendidikan Janjut.
Sedangkan
pembinaan komitmen guru salah satunya dapat dilakukan dengan melalui
Pembinaan kesejahteraan. Menurut buku Pedoman Pembinaan
Guru yang dikeluarkan
oleh
Depdikbud (1998), teknik- teknik pembinaan profesional terhadap guru meliputi kunjungan
kelas, pertemuan pribadi, rapat dewan guru, kunjungan antar sekolah, kunjungan
antar kelas, pertemuan dalam kelompok kerja, dan penerbitan bulletin profesional.
Pertama, Kunjungan Kelas (KK), yaitu kegiatan guru pembina yang dilakukan
pada saat
guru magang sedang di kelas. Situasi dan kondisi yang dialami guru-guru
yang dibina
dalam proses belajar mengajar di kelas harus benar-benar diketahui oleh
guru
pembina, agar guru-guru tersebut dapat mengajar secara profesional oleh karenanya
kunjungan kelas (KK) secara langsung oleh guru pembina mutlak dipertukan.Teknik
pembina melakukan kunjungan kelas dilakukan pada saat guru magang sedang
mengajar, dengan tujuan ingin mengetahui situasi dan kondisi yang dialami guru
magang tersebut dalam proses belajar mengajar.
Kedua, Pertemuan Pribadi (PP), adalah pertemuan, percakapan, dialog atau
tukar
pikiran antara guru pembina dengan guru magang mengenai usaha peningkatan
secara
formal dan informal (Oepdikbud, 1986). Pembinaan profesional guru melalui pendekatan
pribadi (PP) diperlukan untuk menciptakan iklim keterbukaan dalam lingkungan
sekolah. Guru pembina akan mengenal lebih jauh keadaan guru yang dibinanya
melalui dialog dan tukar pikiran secara individual. Hal ini diharapkan akan
berdampak
positif kepada kinerja guru tersebut dalam rangka peningkatan hasil belajar
siswa.
Dengan PP guru pembina dapat mengetahui secara jelas masalah atau kendala
yang
dihadapi guru magang sehingga guru pembina dapat memberikan saran untuk
mengatasi
masalah atau kendala tersebut secara tepat.
Ketiga, Rapat Dewan Guru (RDG) yaitu pertemuan antara kepala sekolah, guru
pembina,
dan guru magang. Oalam rapat dewan guru diikuti oleh semua guru magang
dengan guru
pembina dan kepala sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah atau guru
yang
ditunjuk oleh kepala sekolah.
Keempat, Kunjungan Antar Sekolah (KAS), adalah suatu kunjungan yang
dilakukan
guru-guru magang bersama dengan guru serta kepala sekolah ke sekolah sekolah lain.
Dari kunjungan ini, guru~uru magang akan
mengenal bagaimana rekan
guru di
sekolah lain mengajar. Teknik ini diartikan sebagai kunjungan yang dilakukan
oleh guru
magang dan kepala sekolah ke sekolah pembina. Guru magang melakukan pengajaran
di sekolah pembina yang diamati langsung oleh guru pembina. Adapun
tujuannya
adalah agar guru-guru magang dapat mengenal situasi dan kondisi sekolah
lain dan
dapat mengaplikasikan keilmuannya pada kondisi lain, sehingga kemampuan
guru magang
dapat diukur melalui kemampuannya beradaptasi. Teknik ini guru
magang
dapat meliihat keberhasilan dan kegagalan yang dialami oleh sekolah yang dikunjunginya
dan dijadikan bahan pelajaran oleh sekolah yang dimagangkan.
MenurutSunendiari,
dkk (2004) teknik pembinaan melalui KAS ini akan mempunyai banyak manfaat dan
akan mencapai tujuan yang diharapkan apabila guru pembina mampu menyusun
rencana, prosedur, memimpin pelaksanaan KAS dan membuat tindak lanjut.
Kelima, Kunjungan Antar Kelas (KAK), guru dari
kelas yang satu mengunjungi
kelas lain
yang sedang mengajar dalam satu sekolah. KAK adalah suatu teknik pembinaan
guru, di mana guru yang dibina diajak mengunjungi guru dari kelas yang
satu ke
kelas yang lain yang sedang mengajar dalam satu sekolah. Tujuan dari teknik
KAK adalah
agar guru-guru yang dibina dapat melihat metode mengajar, materi, alai
peraga
ataupun memperoleh pengalaman baru tentang proses belajar mengajar dan pengelolaan
kelas dari guru lain yang dikunjunginya. Dengan pengalaman melihat guru
lain
mengajar diharapkan kemampuan guru magang lebih meningkat dan memperluas
wawasannya
dalam proses belajar mengajar dan pengelolaan kelas.
Keenam. Pertemuan dalam kelompok kerja, adalah suatu pertemuan yang
dihadiri
guru magang, guru pembina, dan kepala sekolah. Pertemuan dalam kelompok
kerja (PKK)
merupakan pertemuan antara guru magang dan kepala sekolah dengan
tujuan
menyatakan pandangan terhadap suatu masalah dan mencari solusinya,
bertukar
pikiran dan menumbuhkan prakarsa dan daya cipta (Depdikbud, 1986).
Ketujuh, Penerbitan Buletin Profesional (PBP), suatu media cetak yang
diterbitkan
secara berkala berisi hasil kerja profesional para guru, misalnya tulisan
ilmiah
hasil tealah suatu konsep materi ajar atau pun karya ilmiah hasil penelitian
tindakan
kelas.
2.2.1. Pembinaan guru melalui supervisi
Menurut Glickman (1981) dalam Bafadal ( 1992: 2) supervisi pengajaran
adalah
serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses
belajar mengajar dcmi pencapaian tujuan pengajaran. Hal ini sejalan dengan yang
dinyatakan Alfonso, Firth, & Neville ( 1981: 43) bahwa:
Instructional supervision is here in defined as: behavior officially
designed by
the
organization that directly afficts teacher behavior in such a way as to
facilitate pupil learning and achieve the goals organization.
Sergiovanni
dan Starratt dalam Hariwung (1989: 133-134) mcngctengahkan konsep supervisi
yang dibedakan atas supervisi I dan supervisi ll. Supervisi I memiliki asumsi-asumsi
dasar bahwa dunia pcrsckolahan adalah terstruktur dan dihubungkan secara kctat.
Secara ideal guru-guru, kurikulum, metoda mengajar, supervisor dan system
cvaluasi, jadwal kegiatan dan kejadian-kcjadian sekaliannya terikat
bersama-sama dalam suatu cara yang tersusun, serupa gigi-gigi dan as yang
membentuk ke~a mekanis suatu jam. Dalam pandangan ini
supcrvisi ialah mengontrol gigi-gigi dan utama. Sekali hal ini dikerjakan, maka
sekalian bagian-bagian Jain akan beke~a secara
teramal dan serentak. Supervisor yang memegang pandangan ini akan memfokuskan
perhatian kepada kontrol manajemen dan strategi serta teknik-teknik supervisi
yang dapat mengatur berbagai bagian dalam usal1a supervisi. Supervisi II,
sebaliknya didasarkan pada pandangan tentang pengajaran dan persekolahan yang
benar-benar berbeda. Guru,
kurikulurn,
siswa, pengajaran, strategi, jadwal kegiatan dan kejadian-kejadian lainnya ada
tetapi satu dengan lainnya tak terikat. Supervisor yang memegang pandangan ini agak
kurang bersandar pada kontrol manajemen dan strategi supervisi yang serupa dalam
usaha mcngatur sekolah. Kunci bagi supervisi II adalah suatu pandangan baru dan
lebih Juas
tentang motivasi dan kesepakatan guru-guru.
Esensi dari
beberapa pendapat yang Ielah dikemukakan di alas adalah bagaimana
membantu
mengembangkan kemampuan profesional guru. Untuk dapat membantu mengembangkan
kemampuan profesional guru, yang pertama harus dilakukan adalah
penilaian kcmampuan
guru, sehingga dapat ditentukan aspek apa yang akan dibantu dikembangkan.
Sergiovanni (1993) dalam Bafadal (1992: 2-3) menegaskan bahwa refleksi praktis
penilaian perfonnansi guru dalam supcrvisi pengajaran adalah melihat real ita
kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti berikut:
1. Apa yang
sebcnarnya tejadi di dalam kelas?
2. Apa yang
sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas?
3. Aktivitas-aktivitas
mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid-murid?
4. Apa yang
telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan pengajaran?
5. Apa
kelebihan-kelcbihan dan kekuatan-kekuatan guru dan bagaimana cara
mengembangkannya?
Melalui
supervisi pengajaran diharapkan mutu pengajaran yang dilakukan oleh
guru semakin
meningkat. Mengembangkan kemampuan dalam konteks ini tidak hanya
ditckankan pada
peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan
juga pada
peningkatan komitmen, kemauan dan motivasi guru, sebab mcnmut Bafadal
( 1992: 4) dengan
meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pengajaran akan
meningkat.
Sergiovani
(1993) dalam Bafadal (1992: S) memberikan tiga tujuan supervise pcngajaran
yaitu pengawasan mutu, pengembangan profesional dan memotivasi guru.
Selanjutnya Bafadal
(I 992: 5) menyatakan bahwa supervisi pengajaran yang baik adalah
supervisi
pengajaran yang mampu merefleksi multi tujuan (pcningkatan pengetahuan,
keterampilan
mengajar, dan motivasi).
2.2.2 Pembinaan guru melalui pelatihan
Fungsi pelatihan dalam organisasi adalah sebagai segala kegiatan yang
dirancang
untuk memperbaiki kincrja pcrsonil dalam suatu pekerjaan di mana personil itu
sedang atau akan diangkat menjabat pekerjaan tertentu. Pelatihan merupakan
salah satu tipe program pembelajaran yang menitikberatkan pada kecakapan
individu dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Mangkuprawira
(2002: 135) menyatakan bahwa:
Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan
dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terarnpil dan
mampu
melaksanakan tanggung jawabnya semakin baik, sesuai dengan standar.
Biasanya
pelatihan merujuk pada pengembangan keterarnpilan bekerja (vocational).
Selanjutnya
Siegel dan Lane (1987: 98) menyatakan bahwa:
Pelatihan adalah upaya organisasi yang terencana untuk membantu para
karyawannya mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya
yang terkait dengan pekerjaannya, agar mereka dapat mcningkatkan
prestasi
kerjanya.
Cascio
(1992: 26) memandang pelatihan adalah program terencana yang dirancang
untuk
meningkatkan unjuk-kerja pada tingkat individu, kelompok, atau
organisasi".
Sejalan
dengan hal tersebut, Wether dan Davis (1996: 65) mengemukakan bahwa
pelatiban
adalah pengalaman-pengalaman instruksional (instructional experiences)
yang
diberikan terutama olch pimpinan bagi para karyawan, yang dirancang untuk
mengembangkan
keterampilan dan pengctahuan baru yang diharapkan dapat segera diterapkan
begitu karyawan kembali atau beberapa saat sesudah kembali).
Berdasarkan bebcrapa pendapat di atas maka secara opcrasional pelatihan
dapat
diartikan sebagai suatu proses yang mcliputi serangkaian tindakan yang dilaksanakan
dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada personil yang dilakukan
oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk
meningkatkan kcmampuan peserta dalam bidang pckerjaan tertentu guna meningkatkan
profesionalismenya Pendidikan dan pelatihan bagi pengembangan SDM termasuk
pengembangan profesi dan kinerja tenaga kcpendidikan sangat penting dikelola
dcngan baik.
Berkenaan
dengan hal ini Makmun. (1996: 110) mengemukakan bahwa desain pelatihan yang
dilaksanakan secara sistematis, baik perencanaan program maupun proses
implementasinya dan dikendalikan secara bertanggung jawab, tcrmasuk pula
memantau hasil dan dampaknya setelah menempuh program ini merupakan suatu
strategi dasar pendekatan pengembangan SDM.
Menurut
Franco dalam Makmun (1996: Ill ) ada tiga tahap proses pelatihan,
yaitu:
·
Pertama adalah pre-implementation
Activities terdiri dari tahap konseptual (training needs analysis, objective
setting, couse design, criteria for methodologies) dan tahap
mobilisasi (criteria in selecting a resource person, criteria
in selecting a traning team, criteria for screening participants, micro guidelines
for dry-run.
·
Kedua adalah tahap
kegiatan implementasi (implementation activities) dengan duk:ungan
administrasi dan keuangan.
·
Ketiga adalah tahap
post-implementation activities (preparation of terminal report, presentation
of report to management, post-training, monittoring and evaluation,
administration finance support and other follow through activities).
Berdasarkan
pacta tahapan-tahapan di atas maka pelaksanaan pelatihan SDM menghendaki
pengelolaan tersendiri yang harus ditanganj secara sistemik, sistema/is
dan professional". Sistemik maksudnya adalah pelatihan harus dirancang
dan di laksanakan secara tcrpadu dengan pola pembinaan karir dan penempatan SDM
bruk intra maupun antar kelembagaan. Sistematik, mengandung arti bahwa
pelatihan harus dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan scpanjang
masa kcdinasan.
Profesional, mengandung arti bahwa penyelenggaraan (perencanaan, pelaksanaan, dan
cvaluasi) pelatihan barus dilak:ukan oleh orang-orang yang profesional.
Mangkuprawira
(2002: 139-140) memberikan tiga tahapan besar dalam pengelolaan program
pelatiban yaitu tahap asesmen, tahap pelatihan dan tahap evaluasi. Dalam tahap
asesmen dilakukan analisis kebutuhan pelatihan dari organisasi, pekerjaan, dan
kebutuhan individu. Dalam tahap pelatihan dilakukan kegiatan merancang dan
menyeleksi prosedure pelatihan, serta pelaksanaan pclatihan. Tahap terakhir
adalah tahap cvaluasi, pada tahap ini dilakukan pengukuran hasil pelatihan dan
membandingkan hasilnya dengan kriteria.
Beberapa langkah yang dikemukakan di atas tersebut, memberikan suatu
gambaran
bahwa kegiatan pelatihan merupakan kegiatan yang memerlukan suatu
pengelolaan
yang sungguh-sungguh dan terencana dengan baik.
Sehingga
dapat dikatakan bahawa program pelatihan guru yang terencana, terus mencrus,
sesuai dengan kebutuhan dan tepat sasaran akan berdarnpak pada peningkatan
kepuasan dan kepercayaan masyarakat.
Hal penting
dalam melaksanakan program-program pelatihan adalah mempenimbangkan
pcndekatannya. Banyak sekali model pendekatan pclatihan dalam tataran
implcmentasi. Yang perlu diperhitungkan dalam menetapkan pendekatan itu adalah cost-efectiveness,
materi program yang diinginkan, kesesuaian fasi litas, harapan dan
kemampuan peserta, harapan dan kemampuan pelatih atau pengajar, dan
prinsip-prinsip belajar. Semua itu perlu dipertimbangkan dalam pengarnbilan
keputusan tentang pcndekatan pelatihan. Sadar karena pclatihan merupakan salah
satu jenis proses belajar untuk memperoleh dan mcningkatkan pengetahuan dan
keterampi lan dalam waktu yang relative singkat maka berdasarkan tempat
kegiatannya, Sastradipoera (2002: 57) membagi model pendekatan menjadi dua
yaitu pelatihan yang dilaksanakan sementara karyawan bckerja di tempat
lugasnya (on-the-job
/raining) dan di Juar tempat kelja (off-the-job training).
a. On the job training
Berkaitan dengan Jatihan dalam kelja Rivai (2004: 242) menyatakan bahwa:
On the job traning (01) atau disebut
juga pelatihan dengan instruksi pekerjaan
sebagai
metode pelatihan dengan cara para pekerja atau caJon pekelja ditempatkan dalarn
kondisi pekerjaan riil, di bawah bimbingan dan supervise dari pegawai yang telah
berpengalaman atau seorang supervisor.
On the job
traning dalam kooteks pelatihan guru, merupakan
jenis pelatihan dalam bentuk Jatihan praktek dengan menggunakan suasana dan
tcmpat guru melakukan tugasnya. Biasanya organisasi memilih meogadakan latihan
dalam kerja atas dasar beberapa pertimbangan, yaitu menjanjikan pengalaman
tangan pertama dan melancarkan proses transfer, dapat menyesuaikan dengan arus
kegiatan organisasi, dan tidak perlu menyiapkan tempat khusus yang terpisah
dari tempat kerja, sehingga guru dapat memberikan kontribusinya terhadap
organisasi sambil bclajar. Ada beberapa kerugian dari latihan dalam kelja, di
antaranya: sering menimbulkan kerusakan pada alat dan pcrkakas, menimbulkan
kesalahan kerja yang mahal, frustasi bagi peserta dan pelatih, dan
kctidakpuasan pelanggan. Untuk mcnghindari kerugiatan itu maka kegiatan
pelatihan dalam kerja harus dilaksanakan dengan melihat situasi dan kondisi.
Menurut
Sastradipoera (2002: 57), yang tergolong jenis Jat ihan dalam kerja di
antaranya adalah magang, rotasi jabatan, instruksi kerja, latihan pendahuluan,
permainan
bisnis, permainan peran, pengajaran, penugasan sernentara dan sebagainya.
b. Of the job training
Latihan Juar kerja merupakan Jatihan
guru yang diselenggarakan di Juar
tempat
kerja. Menurut Sastradipoera (2002: 59-60), yang termasuk ke dalam latihan luar
kelja adalah studi kasus. latihan laboratorium, kursus khusus. dan latihan di lembaga
pendidikan.
Beberapa teknik program pclatihan yang telah di uraikan di atas mcmiliki
kcunggulan dan kelemahan.
Keunggulan dan kelemahan program- program pelatihan.
Metode/ tekhnik pelatihan
|
Keunggulan
|
Kelemahan
|
Pelatihan
instruksi pekerjaan
|
1.
memfasilitasi transfer belajar
2. tidak
memerlukan fasilitas terpisah
|
1.terjadi
pencampuradukan kinerja
2. dapat merusak fasilitas
|
Pemagangan
|
1.tidak
menggangu pekerjaan nyata
2.menuntut
pelatihan intensif
|
1.memerlukan waktu lama
2.biaya nya mahal
3.dapat
saja tidak terkait pekerjaan
|
Intensip / asistensip
|
1.
memfasilitasi transfer belajar
2.
memberi gambaran pekerjaan nyata
|
1. tidak
seperti pekerjaan sesungguhnya
2.
belajar bersifat vikarius
|
Rotasi pekerjaan
|
1.
mendapatkan pengalaman tentang banyak pekerjaan
2.belajar
nyata
|
1.kurang
rasa tanggung jawab penuh
2.adakalanya terlalu singkat pada pekerjaan tertentu
|
Pelatihan eksekutif
|
1.
melibatkan pengalaman tingkat tinggi
|
1. biayanya sangat mahal
|
Kursus formal
|
1.tidak
mahal kalau pesertanya banyak
2.tidak
mengganggu pekerjaan
|
1.mensyaratkan kemampuan verbal
|
Simulasi
|
1.membantu
transfer pengalaman dan keterampilan
|
1.tidak
selalu dapat meniru situasi riil
|
2.2.3 Lesson Study
Konsep dan praktik Lesson
Study pertama kali dikembangkan oleh para guru
pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan
istilah
kenkyuu jugyo. Adalah Makoto
Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam
mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Indonesia saat ini mulai
genca disosialisasikan untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka
meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah
mulai dipraktikkan.
Meski pada awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan
dasar, namun saat ini ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada pendidikan
menengah dan baJlkan
pendidikan tinggi.
Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalan1 pembelajaran, tetapi
merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses
pembelajaran yang
dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan,
dalam
merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan basil
pembelajaran.
Lesson Study bukan sebuah proyek
sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus
yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip
dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan
hasil pembelajaran
siswa secara terus-menerus, berdasarkan data.
Lesson Study merupakan kegiatan
yang dapat mendorong terbentuknya sebuah
komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan
sistematis melakukan
perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajeriaJ. Slamet
Mulyana (2007)
memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salaJJ satu model
pembinaan profesi
pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan
berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolcgalitas dan mutual
learning untuk membangun
komunitas belajar.
Tahapan-Tahapan
Lesson Study
Berkenaan
dengan tahapan-tahapan dalam Lesson Study ini, dijumpai beberapa pendapat.
Menurut
Wikipedia (2007) bahwa Lesson Study dilakukan melalui empat tahapan
dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA). Sementara itu,
Slamet
Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson Study, yaitu :
(1)Perencanaan (Plan);
(2) Pelaksanaan (Do) dan
(3) Refleksi (See).
Sedangkan
Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University of Wisconsin mengetengahkan
enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:
1) Form a Team: membentuk
tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang
bersangkutan
dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan
dengan Lesson Study.
2) Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan
dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study.
3) Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai
tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons.
4) Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan
pembelajaran,
sementara yang lairu1ya melakukan pengamatan, mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa.
5) Analyze
Evidence of Learning: tim
mendiskusikan hasil dan merulai
kemajuan dalam pencapaian tujuan bela jar siswa.
6) Repeat
the Process: kelompok
merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-
Tahapan
mulai dari tahapan ke-2 san1pai dengan tahapar1 ke- sebagaimana dikemukakan di
atas, dari tim melakukan sharing atas
ternuan-temuan yang ada.
Merujuk pada pemikiran Slan1et Mulyana (2007) dan konsep Plan-Do-Check-
Act (PDCA), di bawah ini akan diuraikan secara ringkas tentang empat tahapan
dalam
penyelengggaraan
Lesson Study.
1.
Tahapan
.Perencanaan (Plan).
Dalam tahap
perencanaan, para guru yang tcrgabung dalam Lesson SIUdy berkolaborasi
unruk menyusun RPP yang mcncerminkan pcmbelajaran yang berpusat pada siswa.
Pcrencanaan diawali dengan kegiatan mcnganalisis
kebutuhan dan pcrmasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, scpcrti tcrllang:
kompetensi dasar, cara membe lajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan
sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyala
yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, seeara
bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan
ditemukan.
Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan
pennasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP,
sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang
didalamnya sanggup mengantisipasi segala kcmungkinan yang akan tcrjadi selama
pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai
dcngan tahap akhir pembelajaran.
2.
Tahapan Pelaksanaan
(Do).
Pada tabapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu:
(1)
kegiatan
pclaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang discpakati
atau atas pennintaan sendiri untuk mcmpraktikkan RPP yang telah disusunbersama,
dan
(2)
kegiatan pengamatan
atau observasi yang dilakukan oleh anggota ataukomunitas Lesson Study yang
lainnya (baca: gum, kepala sekolah, atau pengawas sckolah, atau undangan
lainnya yang bertindak sebagai pengamatlobserver).
Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya: (1) Guru melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan RPP yang telah disusun
bersama;
(2) Siswa diupayakan dapat menjalani proses
pembelajaran dalarn selling
yang wajar dan
natural, tidak dalam keadaan under pressure yang
disebabkan adanya
program Lesson Study;
(3) Selama kegiatan
pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan
mengganggu jalannya
kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa;
(4) Pengamat melakukan
pengamatan secara teli li terhadap interaksi siswa-siswa, siswa bahan ajar,
siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrument pengamatan yang
telah disiapkan sebelunmya dan disusun bersama-sama;
(5) Pengamatharus dapat
belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusiguru;
(6) Pengamat dapat melakukan
perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih
lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran;
(7) Pengamat melakukan
pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung,
rnisalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan
nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa
melalui aktivitas belajar siswa. Catalan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan
pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.
3. Tahapan Refleksi (Check).
Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya
perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajan1an
analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran
yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang
diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala sekolah atau
peserta Jainnya yang dituujuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesankesan guru
yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan
umtun maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang dilakukannya, misalnya
mengenai kesulitan dan pennasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang
telah disusun. Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara
bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bulwn terhadap guru yang bersangkutan). Dalam
menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang
diperoleh dari hasil pengamatan, tidak
berdasarkan opininya. Berbagai
pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan batik bagi
seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran.
Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan
yang bcrlangsung dalam diskusi. Tabapan Tindak Lanjut (Act).
Dari hasil refleksi dapat diperolch sejumlah pengetahuan baru atau
keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran,
baik pada tatanan individual, maupun mcnajerial. Pada tataran individual,
berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam
tahapan rcfleksi (check) tentunya
menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun
observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik. Pada
tataran manajerial, dengan pclibatan langsung kepala sekolah sebagai pescrta Lesson Study, tentunya kepala sekolah
akan memperoleh sejumlah masukan yang berharga bagi kepentingan pengembangan
manaj emen pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan. Kalau sclama ini kepala
sekolah banyak disibukkan dengan hal -hal di luar pendidikan, dengan keterlibatannya
secara langsung dalam Lesson Study, maka
dia akan lebih dapat memaharni apa yang sesungguhnya dialarni oleh guru dan
siswanya dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat
semakin lebih fokus lagi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di
sekolah
2.3 PROFESIONALISASI TENAGA KEPENDIDIKAN
Secara normatif, Pasal 20 UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen
menandaskan, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
(a)
merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
(b)
meningkatkan dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni;
(c)
bertindak objektif
dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
(d)
menjunjung tinggi
peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai
agama dan etika; dan
(e)
memelihara dan
memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Lebih lanjut Pasal 28 PP Nomor 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan
menjabarkan bahwa:
(1)
Pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional;
(2)
Kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan
minimal yang harus
dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat
keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
(3)
Kompetensi sebagai
agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan
anak usia dini meliputi:
(a) Kompetensi
pedagogik;
(b) Kompetensi kepribadian;
(c) Kompetensi
profesional; dan
(d) Kompetensi
sosial;
(4)
Seseorang yang
tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud
pada ayat
(2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat
menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan;
(5)
Kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
Pandangan yang ideal mengenai
profesionalisme guru, direfleksikan dalam citra
guru masa depan sebagaimana dikemukakan oleh Sudarminta (1990), yaitu
guru yang:
(1) sadar dan tanggap akan perubahan
zaman;
(2)
berkualifikasi profesional;
(3) rasional, demokratis dan berwawasan
nasional;
(4)
bermoral tinggi, beriman.
Sadar dan tanggap akan perubahan zaman artinya, pola tindak keguruannya
tidak
rutin, maju dalam penguasaan dasar keilmuan dan perangkat
instrumentalnya. Jadi guru
tersebut diharapkan menguasai daya foresight, intellectual coriosity,
dan kemampuan
berpikir lateral.
Guru profesional yaitu guru yang tahu
mendalam tentang apa yang diajarkan, mampu mengajarkannya secara efektif,
efisien, dan berkepribadian mantap. Guru yang bermoral tinggi dan beriman
tingkah lakunya digerakkan oleh nilai-nilai luhur. Syah (1995) memperinci
kompetensi profesional guru ke dalam tiga aspek, yaitu:
(1) kompetensi kognitif;
(2) kompetensi afektif; dan
(3) kompetensi psikomotorik.
Aspek pertama meliputi penguasaan terhadap pengetahuan kependidikan, pengetahuan
materi bidang studi yang diajarkan, dan kemampuan mentransfer pengetahuan
kepada para siswa agar dapat belajar secara efektif dan efisien.
Kompetensi kedua yaitu sikap dan perasaan
diri yang berkaitan dengan profesi
keguruan, yang meliputi self concept, self efficacy, attitude of
self-acceptance dan
pandangan seorang guru terhadap kualitas dirinya.
Sedangkan aspek yang disebut terakhir -kompetensi psikomotorik- meliputi
kecakapan fisik umum dan khusus seperti ekspresi verbal dan nonverbal.
Johnson sebagaimana dikutip Sanusi dkk (1991) mengetengahkan tiga aspek
performansi guru, yaitu :
(a) Kemampuan profesional yang mencakup :
(1). penguasaan pelajaran yang terdiri atau penguasaan bahan yang harus
diajarkan, dan
konsep-konsep dasar keilmuan
dari bahan yang diajarkan itu;
(2) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan
dan keguruan;
(3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran
siswa.
(b) Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada
tuntutan
kerja dan lingkungan sekitar
pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
(c) Kemampuan personal guru, mencakup :
(1)
penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan
terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta
unsur-unsurnya;
(2)
pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya dianut oleh
seorang guru;
(3)
penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para
siswanya.
P3G Depdikbud (1980) merumuskan sepuluh
kompetensi dasar guru, yang
meliputi kemampuan-kemampuan dalam hal :
(1) menguasai bahan ajar;
(2) mengelola program belajar mengajar;
(3) mengelola kelas;
(4) menggunakan media dan sumber pengajaran;
(5) menguasai landasan-landasan kependidikan;
(6) mengelola interaksi belajar mengajar;
(7) menilai prestasi belajar siswa;
(8) mengenal fungsi dan program pelayanan BP;
(9) mengenal dan ikut menyelenggarakan administrasi sekolah; dan
(10)memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan menafsirkannya
untuk pengajaran.
Aktualisasi profesi guru dalam proses
pembelajaran merupakan hal paling pokok
dalam menjawab isu-isu pokok pendidikan dewasa ini.
Pelaksanaan pekerjaan dalam bidang ini secara garis besar terdiri atas
tiga tahapan:
(1) tahap kesiapan guru untuk melakukan tugas yang ditunjukkan dengan
perencanaan pengajaran;
(2) tahap pelaksanaan prosedur pengajaran berdasarkan perencanaan yang
telah dipersiapkan;
(3) tahap ketiga berkaitan dengan kemampuan guru dalam membina hubungan antarpribadi.
Tahap perencanaan pengajaran
meliput aspek-aspek:
(1) rencana pengorganisasian bahan pengajaran;
(2) pengelolaan pengajaran;
(3) rencana pengelolaan kelas;
(4) penggunaan media dan sumber belajar; dan
(5) rencana penilaian prestasi.
Tahap pelaksanaan prosedur
terdiri atas aspek-aspek :
(1) penggunaan metode, media, dan bahan pengajaran;
(2) berkomunikasi dengan siswa;
(3) mendemonstrasikan metode;
(4) mendorong keterlibatan siswa;
(5) mengorganisasikan waktu, ruang, dan perlengkapan pengajaran;
(6) melakukan evaluasi.
Tahap pembinaan hubungan antarpribadi
dapat diamati dari aspek-aspek:
(1) pengembangan sikap positif terhadap siswa;
(2) sikap terbuka dan fleksibel;
(3) kesungguhan dan kegairahan mengajar;
(4) mengelola interaksi perilaku di dalam kelas.
Sejalan dengan uraian di atas, Wotruba dan Wright (1975)
mengidentifikasi enam
karakteristik mengajar yang efektif.
·
Pertama, pengorganisasian yang baik dari pokok
bahasan dan mata pelajaran.
Organisasi
yang baik dari pokok bahasan ditunjukkan dalam tujuan-tujuan, materi
pelajaran,
tugas-tugas, aktivitas kelas, dan ujian. Tahapan penyiapan kelas dan
efektivitas penggunaan waktu di dalam kelas, juga merupakan indikator dari
organisasi yang baik dari pokok bahasan dan mata pelajaran. Riset menunjukkan
bahwa pengorganisasian mata pelajaran mempunyai hubungan dengan cara siswa
belajar. Apabila pelajaran diberikan secara terorganisasi akan dapat membantu
mengembangkan kemampuan belajar siswa, maka dapat dinyatakan bahwa organisasi
bahan pengajaran yang baik memberikan kontribusi terhadap efektivitas mengajar.
·
Kedua, komunikasi yang efektif.
Kemampuan guru
termasuk penggunaan audiovisual atau teknik-teknik lain untuk menarik perhatian
siswa, merupakan karakteristik mengajar yang penting untuk dievaluasi. Keahlian
berkomunikasi meliputi kemampuan-kemampuan menjelaskan presentasi, kelancaran
verbal, interpretasi gagasan-gagasan abstrak, kemampuan berbicara yang baik dan
kemampuan mendengarkan. Dapat berkomunikasi dengan baik merupakan karakteristik
penting bagi mengajar yang efektif. Karena, komunikasi yang efektif sangat
penting untuk kelas-kelas yang besar, seminar, laboratorium, grup-grup diskusi
kecil, sebaik dalam percakapan orang perorang.
·
Ketiga, pengetahuan dari dan perhatian pada bahan pelajaran serta
proses pembelajaran.
Guru harus
mengetahui bahan pelajaran yang mereka bina agar mereka dapat
mengorganisasikannya secara tepat sehingga dapat mengkomunikasikannya secara
tepat pula. Seorang pengajar penting untuk mencurahkan perhatian dan
pemikirannya terhadap disiplin ilmunya, termasuk yang didapatkannya dari
penelitian. Pengetahuan pengajar terhadap materi pelajaran direfleksikan juga
dalam kemampuannya memilih buku teks, bahan bacaan dan daftar referensi, isi
pengajaran serta silabus pelajaran.
·
Keempat, sikap yang positif kepada siswa.
Sikap-sikap yang
disukai siswa di antaranya ialah pemberian pertolongan oleh pengajar atau
instruktur ketika siswa mengalami kesulitan berkenaan dengan materi pelajaran,
pemberian kesempatan mengajukan pertanyaan atau mengekspresikan opini siswa,
dan kepedulian terhadap hal-hal yang dipelajari siswa. Sikap positif terhadap
siswa dicerminkan pula dalam dukungan dan kepercayaan diri siswa. Mengajar yang
efektif sesungguhnya melibatkan harapan-harapan yang tepat, pembimbingan dan
dorongan kepada siswa.
·
Kelima, adil dalam ujian dan penilaian.
Sejak awal pembelajaran, siswa harus diberitahu
mengenai jenis-jenis penilaian seperti karya tulis, proyek, ujian, kuis-kuis, yang
akan dijumlahkan pada akhir perkuliahan. Keterkaitan masing-masing materi yang tercakup
dalam pelajaran merupakan aspek penting dari keadilan. Konsistensi penting bagi
tujuan pelajaran, isi pelajaran, ujian, kuis-kuis, dan penilaian. Batas waktu
dan manfaat umpan balik mengenai kinerja siswa, juga merupakan elemen penting
dari keadilan sebagaimana kesesuaian antara beban kerja dengan kredit yang
diterima. Umpan balik dalam bentuk peringkat dan komentar tidak hanya dapat menjadi
indikator pencapaian pengetahuan relatif siswa terhadap dibanding rekan sekelasnya,
tetapi harus dapat pula menjadi indikator pertumbuhan pribadi.
·
Keenam, fleksibel dalam pendekatan mengajar.
Pengajar yang
jarang mencoba pendekatan instruksional yang beragam mengindikasikan kehilangan
semangat mengajar. Variasi pendekatan instruksional berguna dalam
menyempurnakan bermacam-macam peraturan dan tujuan-tujuan pelajaran, serta
dalam merespons keragaman latar belakang individual siswa. Dengan memvariasikan
langkah-langkah instruksional yang mempertimbangkan keragaman siswa akan
memungkinkan pencurahan perhatian yang lebih baik dari siswa terhadap materi
pelajaran.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Profesionalisasi
merupakan proses peningkatan kualifkasi atau kemampuan para
anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal
dari penampilan
atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu. Profesionalisasi
mengandung makna
dua dimensi utama, yaitu peningkatan status dan peningkatan kemampuan
praktis.
Aksentasinya dapat dilakukan melalui penelitian, diskusi antar rekan
seprofesi, penelitian
dan pengembangan, membaca karya akademik terkini, dsb. Kegiatan belajar
mandiri,
mengikuti pelatihan, penataran, studi banding, observasi praktikal, dan
lain-lain menjadi
bagian integral upaya profesionalisasi.
Jika dalam masa
pendidikan/prajabatan itu profesionalisasi lebih banyak ditentukan oleh lembaga
dengan berpegang kepada kaidah-kaidah akademik dan latihan praktek yang
standar, maka setelah bekerja, profesionalisasi lebih banyak tergantung kepaa
setiap individu professional tersebut.
Usaha profesionalisasi
merupakan hal yang tidak perlu ditawar tawar lagi karena unik nya profesi guru.
Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional,
personal dan social.
3.2 SARAN
Dari kesimpulan yang
dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:
1.
Guru sebagai
profesi yang sangat penting dalam dunia pendidikan harus meningkatkan
kemampuannya untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
2.
dan dalam proses
profesionalisasi, seorang guru tidak hanya terletak dalam masa-masa persiapan,
tetapi juga dalam pembinaan dan cara-cara pelaksanaan tugas sehari-hari
DAFTAR
PUSTAKA
Siregar,
Faris. 2011. profesionalisasi. Dari
http://catatankuliahpraja.blogspot.com/2011/09/.html, Dikutip pada 7 maret 2013
Said asnan .
2012.profesionalisasi
tenaga guru.
Dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=4437, Dikutip
pada 7 maret 2013
Uno, Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan
Reformasi
Pendidikan di Indonesia. Jakarta:
Bumi Aksara.
Dikutip pada 7 maret 2013
Satori djam’an.2008. profesi
keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka
Dikutip pada 7 maret 2013
0 komentar:
Posting Komentar